Biografi

Saya tidak pernah jadi TKW atau buruh migran. Pernikahan saya dengan WN Saudi berlangsung di Sukabumi-Indonesia, dan perkenalan kami terjadi di Jakarta pada saat saya membantu mengurus masalah seorang TKW asal Sukabumi yang mengadu pada PJTKI PT BINA SETIA. PJTKI memperkenalkan saya pada pengusaha PJTKA Saudi yang kemudian nenikahi saya, dan memboyong saya pindah bermukim di kota Madinah KSA. Saya sendiri alumni angkatan 27 dari Program study EPS, Jur. SOSEK, Fak. Pertanian IPB. 

Pada tahun 2008 concern terhadap masalah TKI, karena kasus sepupu bernama Nining Yuningsih warga Desa Tegal Panjang Kec. Cireunghas yang hiĺang selama 9 tahun setelah mendaftar jadi TKW di PT AMRI MARGATAMA, sejak saat itu saya tertarik dan mempelajari mengenai pengiriman tenaga kerja ke luar negeri khususnya dalam aspek perselisihan tenaga kerja dengan majikan. Pada tahun 2008 tersebut kasus yang saya angkat mendapat perhatian langsung dari Dirjen Binapenta Depnaker saat itu yaitu Bapak Dien Syamsudin. Pada tahun 2003, Nining Yuningsih kembali pada keluarganya dengan selamat, dengan membawa rahasia yang tidak ingin dia ceritakan pada siapapun. 

Sejak tahun 2002, Saya mulai bermukim di Kota Madinah Saudi dengan visa istri atau jauzah. Pada saat itu saya mulai menjadi bagian dari masyarakat Saudi, saya tahu kehidupan dibalik pagar-pagar yang tinggi dan rumah-rumah kotak disana. Kehidupan kami makmur bahagia dan komitmen untuk menjadi ibu rumah tangga saya jalani. Untuk membantu usaha PJTKA atau istilahnya Maktab Listeqdam, saya memanfaatkan keterampilan komunikasi untuk membantu menyelesaikan permasalahan perselisihan TKI dengan majikannya. Sebenarnya dalam pengalaman saya tidak semua kasus dipindah-pindah majikan disana bisa dikategorikan TPPO, tapi sebagian memang masuk kedalam kategori cara dan proses TPPO.

Oleh karena itu sangat penting bagi PBB untuk bekerja mensosialisasikan TPPO kepada masyarakat Saudi sendiri agar sebagai majikan mereka faham mengenai human trafficking dan people smuggling. Saya yakin dengan hal itu karena saya tahu sepanjang zaman demand kerajaan Saudi akan tenaga kerja migran sangat besar dan tak akan pernah berhenti sepanjang zaman mengingat lifestyle dan kondisi negara mereka. Untuk hal ini tentu saya harus menjelaskannya lagi pada kesempatan lain. 

Saya pribadi mengalami penderitaan, setelah saya hitung bahwa saya sudah dijatuhkan talak oleh suami 3x, yaitu tahun 2002, tahun 2007, dan tahun 2012, sehingga 9 Januari 2013 saya pulang ke Indonesia dan mengajukan perceraian di pengadilan agama kabupaten sukabumi, karena buku nikah kami dikeluarkan oleh KUA Kec.Cireunghas Kabupaten Sukabumi. Dalam proses perceraian ini yang saya perjuangkan penetapan pengadilan dan mendapatkan akta cerai, alasan saya secara agama hukumnya harus dinikahi dulu oleh pria lain barulah saya bisa kembali pada suami saya yang WN Saudi tersebut, tetapi saya berketapan hati tidak ingin menempuh hal tersebut karena pernikahan bukan proses rekayasa dengan hukum Allah, harus istiqomah patuh terhadap peraturan dalam agama. Jadi, walau pahit, keras, kasar dan saling menyakiti, keputusan harus diambil, maka saya maju ke pengadilan agama. Saat itu saya melihat banyak contoh rumah tangga yang tidak jelas sehingga nasib si istri terkatung-katung. Dalam proses pengadilan ini saya banyak mendapat teror dan tekanan, bahkan kejadian terberat yang saya alami pada bulan tanggal 23 Juni 2013, puteri bungsu saya berumur 7 tahun diculik oleh seorang sahabat keluarga bernama Mustofa. 

Saya tidak pernah menyangka Mustofa akan tega memisahkan seorang anak kecil dari ibunya. Saya berusaha memahami apa yang terjadi dan hasil investigasi saya mendapat kesimpulan hal tersebut terjadi karena keputus asaan dan kehampaan yang dirasakan oleh suami saya, tanpa berpikir panjang dia menggunakan uangnya untuk mengupah Mustofa melakukan kejahatan terhadap puteri saya. Puteri kecil saya dipisahkan secara paksa, dia sudah melakukan kejahatan, apalagi saya pernah menerima kabar setelah puteri saya diterbangkan ke Saudi oleh ayahnya, si kecil hampir meninggal karena derita dipisahkan dari Mama, dia tidak mengerti kenapa dia harus dipisahkan dari Mama dan Abangnya. Saat itu saya tidak berdaya untuk melindungi puteri saya juga diri saya sendiri, saya tahu tanpa punya uang saya tidak akan mempunyai daya juang. Dalam penderitaan itu, saya menerima motivasi yang luar biasa dari ibu Dra. Hj. Fatimah Sukmawihaya selaku Ketua P2TP2A Kab. Sukabumi pada waktu itu yang menasehati saya untuk tidak menyerah, untuk tabah, dan aman di Indonesia, beliau tidak mengizinkan saya menyusul puteri saya ke Saudi, demikian pula saya menerima penguatan hati dari Ibu Elis Nurbaeti ketua harian P2TP2A dan ibu Yohana Sunarto yang saat itu menjabat bendahara. Saya ingat nasehat Ketua Baznas Kab. Sukabumi, Bapak Mustofa Kamal waktu itu yang bilang bahwa saya harus sibuk, harus mencari kesibukan agar bisa mengatasi penderitaan dan tidak melamun. Pada saat itu kepala BKKBD Kab. Sukabumi, Bapak H. Ade Mulyadi merekomendasikan saya pada Direktur Lembaga penelitian Sosial Keagamaan (LENSA) Sukabumi, yaitu Bapak DADEN SUKENDAR untuk merancang suatu aktivitas bagi saya. Bapak Daden Sukendar bilang bahwa Sukabumi sudah waktunya memiliki sebuah Women Crisis Centre. Akhirnya kami bersepakat mendeklarasikan Women Crisis Centre (WCC) Sukabumi. Kemudian saya melegalisasikan lembaga ini dengan memilih bentuk Yayasan, dan dalam pembentukan Yayasan, Bapak H. SUKMAWIJAYA, Bupati Sukabumi saat itu memberi bantuan untuk saya bisa membayar akta notaris yayasan dan mendirikan kantor. 

Langkah saya setelah memiliki lembaga legal, saya merancang sebuah survey untuk mendapatkan data purna TKI di Desa Cirenghas, Desa Bencoy, Desa Cikurutug, Desa Tegalpanjang dan Desa Cipurut, semuanya berada di wilayah Kecamatan Cireunghas Kab. Sukabumi. Sambutan relawan dan purna TKI sangat antusias sehingga dalam waktu kurang dari satu bulan, saya bisa mengumpulkan lebih dari 400 purna TKI, dan saya mewawancarai beberapa dari mereka. Pada waktu itu saya belum tahu ada istilah human trafficking, maksudnya saya belum tahu bahwa dalam cara dan proses pengiriman TKI ke luar negeri banyak yang memenuhi pidana human trafficking. Walau saat itu saya sudah beberapa kali menonton tayangan human trafficking yang terjadi di perbatasan meksiko dan juga cerita people smuggling. Kantor WCC Sukabumi berdiri sesaat setelah saya mengalami kehilangan anak yang saya ceritakan tadi, lokasinya di Kampung Tugu Cijambe, Desa Cireunghas, Kec.  SUKABUMI.

Dengan keterbatasan pengetahuan dan wawasan, saya merancang survey dengan pertanyaan yang ada dalam pikiran saya dari memori kehidupan TKI di saudi yang pernah saya lihat atau kasusnya saya tangani. Maka jadilah saya punya data yang kemudian saya olah, saya bagi purna TKI ke dalam purna TKI yang bermasalah dan tidak bermasalah. Pada tahun 2013, Bapak Bupati Sukabumi mengekspos WCC Sukabumi kepada Kepada BNP2TKI, Bapak Jumhur Hidayat, kemudian oleh Kepala BNP2TKI saya direkomendasikan ke IOM. Organisasi WCC Sukabumi dalam waktu 3 bulan pertama setelah deklarasi melangsungkan rehabilitasi Purna TKI bermasalah kerjasama dengan BNP2TKI dan PMI. Setelah itu WCC Sukabumi mendapat dana hibah dari Pemda Kab. Sukabumi sebesar Rp 50 juta untuk kegiatan sosialisasi human trafficking. Maka kami terus berkampanye mengenai Human Trafficking. Tapi anehnya setelah bekerja bertahuntahun, WCC Sukabumi tidak pernah diajak ke dalam Gugus Trafficking Kab. Sukabumi, namun hal itu tidak membuat kami berkecil hati, mungkin saja karena kami masih terbilang baru. 

Dengan kerjasama dari IOM membentuk kelompok purna TKI yang menerima bantuan Reintegrasi Human Trafficking. Saya juga bekerjasama dengan Ms. Jessica Salabank seorang aktivis Federasi Palang Merah International, kami masuk ke Pabrik yang memperkerjakan banyak buruh wanita dan memantau pendetita HIV/AIDS di kalangan buruh pabrik, membantu pendirian Ruang Menyusui, dan kami memulai preresearch mengenai peranan nenek dalam keluarga TKI dan juga kami concern terhadap anak-anak yang ditinggalkan TKI dan anakanak indo-arab yang ditelantarkan para TKI.

Pada tahun 2014, seorang kawan aktifis dari Bandung mengenalkan saya pada konsep bank sampah, disitu dimulailah kerjadama WCC dengan Badan Lingkungan Hidup kab. Sukabumi. Pada saat itu kepala badan, yaitu Bapak Daden Gunawan selalu bilang, teruslah bekerja, teruslah berjuang, pasti suatu hari ketemu jalan keluar dari kesulitan ekonomi, dan juga masalah atas tanah milik saya seluas 4,871 meter persegi di kecamatan cireunghas, yang saya pakai untuk bank sampah dan saya niatkan untuk membuat sebuah pusat layanan komunitas bagi ibu dan anak. Saya bercita2 ingin mendirikan Gedung WCC di atas bangunan setengah jadi berukursn 425 meter yang dulunya suami saya membangunnya untuk istana keluarga saya di Indonesia. Yayasan yang saya dirikan tidak pernah punya donatur, juga tidak pernah mengajukan proposal, saya membiayai sedikit demi sedikit dari keluarga saja bahkan saya sampai menjual kebun agar mempunyai uang untuk menjalankan yayasan. Sampai tahun 2016, saya menjadi Satgas PPA bentukan Kementerian PPA saya berkenalan dengan komandan Satgas Bung Melky Sileti dan Staf Khusus Menteri Bapak Benny P. Arnold. Di sisi lain Tuhan mulai melapangkan jalan usaha saya untuk menafkahi anak-anak. Usaha saya di bidang konsultan keuangan dan broker rumah/tanah berjalan makin baik. 

Oktober 2016 saya berkenalan dengan Tn. Antonius Petrus Hubertus Mulders selaku Bendahara Vereniging Park Sukamantri yang saat itu berniat menjual resort Park Sukamantri milik PT PARK SUKAMANTRI, dimana Tn. Antonius sebagai komisaris Pt Park Sukamantri berniat menjualnya. Karunia Allah, komunikasi saya dengan dewan pimpinan Vereniging Park Sukamantri berjalan baik. Tanggal 1 Januari 2017 saya ditunjuk menjadi Direktur PT PARK SUKAMANTRI melalui RUPS. lalu pada tanggal 6 Januari saya menerima mandat sebagai Kuasa Jual. Dan pada bulan Maret 2018, saya memutuskan membeli Park Sukamantri, dengan terlebih dahulu proses PPJB. Tanggal 1 April 2018 kami menandatangani AJB Pembelian resort Park Sukamantri dan tanggal 1 April 2017 kami menerima serah terima kunci. Dan sejak saat itu saya menjadi pemilik Resort. Sampai bulan November 2017, proses balik nama sertifikat resort baru selesai. Januari 2018 saya berniat menjualnya kembali demi mencari profit. Pada bulan Juni 2018 saya bertemu kembali dengan SKM Pak Benny dan berdiskusi mengenai resort. Disitulah saya dimotivasi dan diberi ide untuk mendirikan RUMAH SAHABAT IBU DAN ANAK. Pada tanggsl 9 Agustus 2018 saya menemui ibu Menteri P3A dan saat itulah beliau berjanji akan meresmikan RUMAH SAHABAT IBU DAN ANAK, dan berjanji akan menginap.